Sharing Beasiswa: Monbukagakusho dan KAUST (Bagian 1)

Screen Shot 2020-05-11 at 00.08.08

Bissmillah…

Tulisan saya kali ini akan merangkum presentasi yang saya berikan pada Sabtu, 9 Mei 2020 di acara “Seminar Online Berprestasi dengan Beasiswa Luar Negeri” yang diselenggarakan oleh Asrama Mahasiswa Berprestasi KOES+ dan Direktorat Kemahasiswaan dan Pengembangan Karir (Ditmawa) Institut Pertanian Bogor (IPB).

Untuk file materi presentasinya (PDF), dapat diunduh di LINK INI. (Apabila Anda tidak dapat mendownload file-nya, mohon untuk memberitahu saya pada kolom komentar di bawah).

Sementara, untuk rekaman presentasinya bisa dilihat di Youtube pada LINK INI. (Terima kasih kepada Mas M. Saad Nurul Ishlah yang sudah merekam dan men-sharenya).

Walaupun sudah ada rekaman presentasi saya di atas, sepertinya perlu saya buat juga tulisan penjelasan detailnya. Hal ini dikarenakan alokasi waktu yang diberikan panitia  acara sangatlah terbatas (20 menit untuk meng-cover 2 materi yang cukup berat:  i.e. Monbukagakusho/MEXT dan KAUST), membuat saya harus mengebut dalam penyampaiannya sehingga ada beberapa hal detail yang terpaksa saya potong atau lewati.

Di Bagian 1 ini saya akan membahas slide-per-slide tentang beasiswa Monbukagakusho/MEXT terlebih dahulu (Slide 1-10 dari total 23 slides). Insya Allah, tentang KAUST akan saya bahas di tulisan Bagian 2 secara terpisah.

Semoga berkenan.

Bagusnya, teman-teman dapat mendownload file materinya terlebih dahulu sambil mengikuti penjelasan per-slide yang akan saya berikan di bawah ini.

Slide 1

Assalamualaikum wr. wb.

Perkenalkan nama saya Danang Ambar Prabowo. Saya penerima beasiswa Monbukagakusho (MEXT) untuk studi jenjang S2-S3 (Marine Science) di University of The Ryukyus di Okinawa, Jepang pada periode 2010-2015. Usai S3 saya pindah ke KAUST di Arab Saudi untuk bekerja sebagai peneliti Postdoctoral (pasca-doktoral, bukan untuk mendapat gelar akademis) selama 3 tahun (2016-2019).

Saya akan berbagi pengalaman tentang beasiswa Monbukagakusho (MEXT) dan KAUST Fellowship. Informasi yang saya berikan ini berlaku pada kondisi “normal”. Mengingat hingga tulisan ini selesai ditulis, wabah pandemic Covid-19 masih berlangsung di seluruh dunia, termasuk Jepang, Arab Saudi dan Indonesia, maka syarat, prosedur dan periode pendaftaran beasiswa bisa saja berubah. Oleh karenanya rekan-rekan perlu meng-update informasi secara mandiri terkait kedua beasiswa ini selama masa pandemi.

Slide 2

Beasiswa Monbukagakusho merupakan beasiswa pemerintah Jepang yang dikelola oleh Kementerian Pendidikan, Budaya, Olahraga, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (disingkat dalam Bahasa Jepang: Monbukagakusho, atau dalam Bahasa Inggris: MEXT), yang diberikan kepada mahasiswa/guru asing terpilih untuk menempuh studi/training di salah satu universitas yang ada di Jepang.

Daftar perguruan tinggi yang ada di Jepang dapat dilihat pada link yang saya berikan di Slide 2.

Periode pendaftaran beasiswa MEXT ini dibagi menjadi dua berdasarkan jenisnya. Yang pertama adalah antara bulan April-Mei setiap tahunnya untuk program beasiswa yang seleksinya dilakukan oleh kedutaan/konsulat Jepang di Indonesia (G to G). Yang kedua adalah antara April-Mei atau Agustus-Oktober atau tergantung kebijakan universitas di Jepang (khusus untuk U to U).

Slide 3

Skema beasiswa MEXT memiliki 6 program, yaitu Research Student untuk menempuh studi S2-S3, program untuk S1, D3 dan juga program kunjungan pelatihan untuk guru-guru SMP/SMA serta mahasiswa asing yang kuliah di jurusan bahasa/sastra Jepang. Penjelasan lebih rinci mengenai masing-masing program dapat dilihat di link yang saya berikan di slide 3.

Kali ini saya hanya fokus pada program Research Student. Program ini skema seleksinya dibagi menjadi dua, yaitu berdasarkan skema rekomendasi Government to Government (G to G) dan skema rekomendasi University to University (U to U).

Perbedaan antara keduanya terletak pada SIAPA yang menyeleksi dan SIAPA yang dapat mendaftar. Pendaftaran dan seleksi skema G to G dilakukan oleh Kedutaan/konsulat Jepang di setiap negara, sementara untuk U to U, pendaftaran dan seleksi dikelola langsung oleh universitas di Jepang. Skema G to G memberikan kesempatan kepada seluruh lulusan S1/S2 perguruan tinggi di Indonesia untuk mendaftar, sementara untuk U to U, biasanya, hanya dibuka untuk lulusan S1/S2 universitas di Indonesia yang memiliki kerjasama/MOU khusus dengan universitas di Jepang.

Rekan-rekan dapat menanyakan langsung ke almamater/universitas di Indonesia (misalnya melalui Kantor Kerjasama Internasional atau Direktorat Kemahasiswaan) apakah memiliki MOU program beasiswa U to U dengan universitas di Jepang.

Sebenarnya istilah ‘Research Student’ sendiri merujuk pada status penerima beasiswa S2/S3 MEXT yang harus menjalani periode ‘adaptasi’ selama 6-12 bulan sebelum memulai aktivitas sebagai mahasiswa reguler/penuh di universitas di Jepang. Biasanya selama periode menjadi research student ini, mahasiswa akan diperkenalkan dengan aktivitas sehari-hari termasuk riset di laboratorium atau grup yang diampu oleh Professor pembimbing, ataupun juga ikut kelas Bahasa Jepang, kelas pengenalan budaya Jepang ataupun juga menyiapkan diri untuk ujian masuk universitas (jika universitas yang Anda tuju memiliki kebijakan tersebut). Biasanya status sebagai research student harus dilalui oleh penerima beasiswa dari skema G to G. Sementara untuk U to U, kebijakannya tergantung dari universitas masing-masing. Pada kasus saya dulu, setibanya di Jepang, saya langsung menjadi mahasiswa penuh S2  tanpa harus melalui periode sebagai research student.

Slide 4

Fasilitas yang diberikan oleh beasiswa MEXT meliputi, full tuition support yang berarti biaya selama kuliah akan ditanggung penuh. Hal ini sangat penting karena ada beberapa beasiswa yang hanya memberikan dukungan finansial untuk  keperluan sehari-hari (allowance) sementara biaya kuliah tidak ditanggung, atau sebaliknya, biaya kuliahnya ditanggung penuh, namun tanpa memberikan financial support untuk keperluan sehari-hari (sewa tempat tinggal, tagihan bulanan, makan-minum, dll.).

Penerima beasiswa MEXT juga akan mendapatkan uang allowance sebesar 143.000-145.000 yen/bulan, tergantung status atau jenjang studinya. Uang ini nantinya, selain untuk menunjang keperluan sehari-hari, juga perlu dialokasikan untuk membayar sewa asrama/apato/tempat tinggal, tagihan utilities (listrik, air, gas), asuransi kesehatan, dan biaya lainnya. Oleh karenanya sangat perlu memiliki manajemen keuangan yang baik, terutama bila berencana membawa keluarga selama studi karena beasiswa MEXT tidak mengalokasikan tunjangan tambahan untuk selain penerima beasiswa. Pada umumnya, Anda diperkenankan untuk bekerja sambilan (part time/arubaito/baito) di waktu luang untuk mendapat tambahan finansial sesuai peraturan ketenagakerjaan di Jepang. Namun, Anda tetap memerlukan perizinan dari pihak kampus dan juga Professor Anda terlebih dahulu.

Biaya tiket pesawat Pergi dan Pulang (PP) juga akan disediakan gratis hanya untuk penerima beasiswa, termasuk juga biaya pengurusan VISA pelajar ke Jepang di Kedutaan Jepang.

Untuk tempat tinggal, beberapa kampus di Jepang menyediakan asrama bagi mahasiswa single dengan biaya sewa yang cukup terjangkau. Bagi yang membawa keluarga, beberapa kampus juga memiliki Internasional Housing yang menyewakan tempat tinggal bagi keluarga dengan jumlah yang terbatas. Syarat dan ketentuannya diatur oleh masing-masing universitas di Jepang. Rekan-rekan juga bisa memilih untuk tinggal di luar lingkungan kampus dengan menyewa flat/apato. Pihak kampus biasanya akan memberikan support informasi dan persyaratan tentang hunian potensial yang bisa dipilih. Hal ini sangat penting, mengingat urusan sewa-menyewa properti di Jepang bisa sangat kompleks prosedurnya.

Slide 5

Skema G to G dan U to U memiliki alur seleksi yang berbeda. Untuk G to G, ada dua proses screening, yaitu primary dan secondary screening. Rekan-rekan dapat melihat apa saja persyataran dan dokumen yang harus dipenuhi untuk skema G to G pada link yang saya berikan di slide 5.

Setelah mengisi form, melengkapi berkas dan mengirimkannya ke kedutaan/konsulat Jepang pada bulan April-Mei, panitia akan menyeleksi berkas peserta satu-persatu. Pelamar yang lolos pada tahap seleksi berkas akan dipanggil untuk mengikuti ujian tertulis berupa tes kemampuan Bahasa Inggris dan Bahasa Jepang. Hanya nilai tertinggi di antara keduanya ujian tertulis tersbeut yang akan digunakan sebagai pertimbangan dalam seleksi. Jadi, apabila rekan-rekan belum mahir berbahasa Jepang, setidaknya Anda harus mampu mendapat nilai maksimal dari ujian tulis Bahasa Inggris.

Panitia akan memanggil peserta yang memenuhi kriteria untuk wawancara di Kedutaan Jepang di Jakarta. Penting untuk dicatat, panitia seleksi tidak menanggung biaya transportasi dan akomodasi peserta dalam proses ini. Wawancara umumnya dilakukan terkait form yang sudah diisi, rencana studi dan riset, apakah sudah ada profesor atau kenapa memilih studi di universitas X di Jepang, juga pengetahuan umum seputar Jepang dan hal-hal lain yang diperlukan untuk menggali potensi calon penerima beasiswa MEXT. Bahasa yang digunakan selama wawancara adalah Bahasa Inggris, Indonesia dan juga Jepang (bila diperlukan, sesuai dengan kualifikasi dan isian form pendaftaran.).

Dari seluruh peserta yang dipanggil wawancara, panitia seleksi akan menentukan sekitar 30-an kandidat yang akan direkomendasikan ke kementrian MEXT di Jepang. Di sinilah kemudian tahap secondary screening dimulai. Berkas kandidat akan diseleksi kembali bersama kandidat potensial lainnya yang juga direkomedasikan oleh kedutaan Jepang negara lain yang tersebar di berbagai belahan dunia. Di tahap ini rekan-rekan hanya bisa menunggu hasil seleksi yang biasanya akan diumumkan pada bulan Desember/Januari. Bila dinyatakan lolos, maka rekan-rekan akan menerima pemberitahuan resmi sebagai penerima beasiswa MEXT dan juga Letter of Acceptance (LOA) dari universitas yang telah dipilih saat mengisi form pendaftaran. Setelah itu rekan-rekan bisa memulai mencari informasi mengenai profesor yang berpotensi sebagai calon pembimbing selama studi di Jepang nantinya.

Di dalam dokumen FAQ yang diunggah situs Kedutaan Jepang Indonesia memang disebutkan bahwa tidak perlu memiliki/menghubungi calon professor di Jepang terlebih dahulu saat pendaftaran. Sehingga bagian form pendaftaran tentang calon profesor ini bisa dikosongkan. Namun, menurut saya pribadi dan juga penuturan rekan-rekan yang pernah melalui seleksi skema G to G, memiliki kontak seorang Profesor di Jepang yang bersedia menjadi pembimbing nantinya adalah hal penting yang seharusnya disiapkan sebelum mendaftar beasiswa MEXT. Bila Anda sudah memiliki calon pembimbing potensial di Jepang saat mendaftar/mengisi form pendaftaran, panitia setidaknya dapat menilai kesiapan dan keseriusan Anda untuk studi ke Jepang. Selain itu juga akan lebih memudahkan proses integrasi Anda ke dalam kehidupan kampus setelah resmi terpilih sebagai penerima beasiswa MEXT.

***

Berbeda dengan skema G to G, informasi mengenai beasiswa U to U dapat diperoleh langsung di universitas di Jepang. Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, informasi tentang universitas yang memiliki kerjasama dengan almamater Anda di tanah air dapat diperoleh di bagian kerjasama internasional atau kemahasiswaan. Persyaratan skema U to U pada umumnya sama dengan G to G, terkecuali ada syarat khusus yang diberikan oleh universitas di Jepang yang akan dituju.

Saya sendiri memilih menempuh jalur U to U ketika mendaftar studi di Jepang di tahun 2009. Alasannya sederhana, yaitu untuk menghindari ujian tulis yang harus dijalani pada saat primary screening pada skema G to G, hehe. Tapi jangan salah, beberapa universitas di Jepang juga mensyaratkan agar penerima beasiswa mengikuti ujian masuk universitas, terlepas dari jalur skema apa mereka mendapatkan beasiswanya. Jadi ada baiknya, Anda benar-benar memeriksa apa saja syarat yang harus dipenuhi.

Langkah pertama yang biasanya ditempuh pelamar skema U to U adalah mencari professor di universitas yang membuka seleksi U to U dan menyatakan kesediaannya untuk menjadi pembimbing Anda. Lebih lanjut tentang mencari profesor akan saya bahas pada Slide 9 nanti.

Perlu dicatat di sini bahwa Letter of Acceptance (LOA) yang diberikan oleh Professor itu tidak menjamin bahwa Anda pasti akan dapat beasiswa untuk studi. LOA dari Professor hanyalah surat keterangan/rekomendasi yang menyatakan si Professor tersebut bersedia menjadi calon pembimbing Anda. Urusan mendapat beasiswa itu adalah hal lain lagi. Tapi setidaknya LOA dari Professor bisa menjadi modal awal untuk tahap selanjutnya, baik untuk skema G to G ataupun U to U.

Setelah Anda menemukan Professor yang bersedia menjadi pembimbing, terkadang Professor sendiri, karena kesibukannya atau karena ketidaktahuannya, tidak update bahwa universitasnya tengah membuka seleksi beasiswa MEXT dengan skema U to U. Bila kasusnya demikian, maka tak ada salahnya memberikan link tentang seleksi tersebut ke beliau. Pada umumnya, Professor tahu tentang seleksi U to U di kampusnya dan biasanya beliau yang akan sangat membantu dalam pendaftarannya. Mulai dari mendapatkan form pendaftaran, memberikan informasi deadline, membantu menyusun rencana studi dan riset dan lainnya. Professor jugalah yang nantinya akan membuat surat pengantar/rekomendasi ke universitas untuk aplikasi beasiswa Anda. Professor bisa juga membantu dalam pengumpulan berkas ke panitia seleksi di universitasnya. Namun bila tidak, rekan-rekan tetap bisa mengumpulkan berkas secara online, misalnya via e-mail ataupun melalui pos bila diperlukan.

Selanjutnya, berkas yang diterima oleh panitia akan diseleksi di tingkat universitas bersama dengan berkas yang masuk dari pelamar yang lainnya. Bila berkas Anda lolos seleksi maka Anda mendapat LOA dari universitas di Jepang. Berkas Anda kemudian akan digunakan sebagai bahan rekomendasi pertimbangan Kementrian MEXT untuk memberikan beasiswa atau tidak. Jadi, sekali lagi keputusan mengenai beasiswa ada di tangan kementrian MEXT. Namun, biasanya, karena U to U ini adalah program dengan skema khusus, universitas di Jepang yang memiliki skema U to U sudah memiliki ‘jatah’ jumlah mahasiswa yang dapat memperoleh beasiswa MEXT. Oleh karenanya, bila Anda termasuk ke dalam daftar nama yang direkomendasikan oleh universitas di Jepang ke MEXT, maka, insyaa Allah, kemungkinan besar Anda juga akan mendapatkan beasiswa tersebut.

Nah, berapa lama proses seleksi beasiswa MEXT ini? Dari awal pendaftaran hingga keluar hasil, sekitar 6-9 bulan. Jadi, bila Anda mendaftar jalur skema G to G tahun ini (April/Mei 2020), Anda akan mendapatkan hasil seleksi akhir pada bulan Desember 2020 dan dijadwalkan berangkat pada bulan Maret/April 2021. Untuk U to U periodenya bisa sama atau tergantung kebijakan universitas. Misal, untuk kasus saya, saya mendaftar pada bulan Desember, mendapatkan hasil seleksi di bulan Juni tahun berikutnya dan berangkat ke Jepang bulan Oktober di tahun yang sama ketika saya menerima hasil seleksi akhir.

Slide 6

Berikut beberapa tips umum yang bisa saya berikan untuk mendaftar beasiswa MEXT atau beasiswa lainnya. Sebenarnya tulisan khusus tentang ini pernah saya buat sebelumnya dan rekan-rekan dapat membacanya dengan meng-klik link yang saya berikan di Slide 6 ini.

Tips pertama adalah mempersiapkan diri sejak jauh-jauh hari!

Idealnya, menurut saya, Anda perlu mempersiapkan diri minimal 6-12 bulan sebelum mendaftar atau minimal 1 tahun sebelum kelulusan S1/S2 Anda di Indonesia. Semakin lama persiapannya, semakin bagus. Mengapa demikian? Pertama, karena ada banyak persyaratan dan dokumen yang harus teman-teman penuhi. Dan ini biasanya perlu waktu untuk melengkapinya. Kedua, ketika mendaftar, Anda akan bersaing dengan kandidat terbaik yang mempersiapkan dirinya dengan sebaik-baiknya. Jadi Andapun harus mendaftar dengan kondisi terbaik pula.

Rekan-rekan bisa memulai, dari sekarang, mengumpulkan informasi tentang beasiswa MEXT di situs kedutaan Jepang, terutama mengenai persyaratan minimum yang perlu dipenuhi dan form apa saja yang harus diisi. Pahami juga alur seleksinya. Akan sangat bagus juga bila teman-teman membaca tulisan-tulisan atau video pengalaman mahasiswa yang telah berhasil memperoleh beasiswa MEXT di periode sebelumnya, sehingga Anda benar-benar paham tentang apa yang akan Anda hadapi dan tips-tips terkait proses pendaftaran.

Dari informasi yang Anda peroleh, buatlah daftar/checklist persyaratan minimumnya. Tempelkan di meja kerja atau dinding atau tempat mana saja yang akan sering Anda lihat setiap harinya. Cobalah mengevaluasi diri apakah kondisi Anda saat ini sudah memenuhi syarat minimum tersebut. Bila belum, maka tentunya harus diperjuangkan agar Anda bisa memenuhinya. Bila sudah memenuhi syarat minimum, maka Anda harus meningkatkannya sebisa mungkin.

Anda perlu juga mulai latihan mengisi form pendaftaran (yang bisa di-download di situs Kedutaan Jepang) dan juga mencoba soal-soal ujian tulis tahun sebelumnya (juga ada di situs Kedutaan Jepang). Sehingga, Anda menjadi terbiasa nantinya, mengingat ada banyak sekali instruksi yang harus dipatuhi secara seksama saat melakukan pengisian form pendaftaran.

Setidaknya dari beberapa persyataran yang dimuat di situs Kedutaan Jepang, ada 6 kriteria yang perlu menjadi prioritas dalam persiapan Anda. Enam syarat ini biasanya juga akan Anda temui ketika mendaftar beasiswa lainnya.

Syarat pertama adalah IPK! MEXT mensyaratkan IPK minimal Anda saat mendaftar adalah 3.2. Namun, tentunya panitia juga akan mempertimbangkan bila Anda dapat mendaftar dengan IPK yang lebih tinggi. Meskipun Anda pernah mendengar jargon: “IPK bukanlah segalanya” atau “IPK tidak menjamin kesuksesan Anda” tapi tak bisa dipungkiri bahwa mendapatkan IPK yang bagus adalah salah satu KEWAJIBAN dan tanggung jawab Anda selama menjadi mahasiswa. Tugas utama Anda sebagai mahasiswa adalah belajar dan salah satu indikator bagus tidaknya proses belajar itu adalah dari IPK. Nilai IPK inilah yang akan menjadi patokan awal bagi panitia seleksi untuk melihat seperti apa kualitas akademis Anda selama studi di jenjang sebelumnya (S1/S2). Jika Anda ingin melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi dengan beasiswa, terlebih lagi ke universitas ternama, maka IPK yang bagus pasti akan menjadi salah satu kriteria penilaiannya. Maka upayakan agar IPK Anda selama studi selalu berada di atas ambang batas yang ditetapkan oleh panitia seleksi beasiswa.

Syarat kedua dan ketiga adalah nilai TOEFL/IELTS resmi dan ujian tulis (Bahasa Inggris dan Jepang) yang tinggi! Kedua hal ini bisa dilatih, namun perlu waktu. Oleh karenanya mulailah dari sekarang mengetahui apa dan bagaimana mendapatkan nilai tinggi dalam TOEFL/IELTS, juga seperti apa ujian tulis yang harus dilalui, kemudian berlatihlah secara rutin. Tanpa latihan rutin, akan sangat sulit memenuhi nilai ambang batas yang dipersyaratkan. Perlu Anda ketahui, seorang native English speaker sekalipun belum tentu dapat mencapai nilai TOEFL/IELTS yang tinggi. Sama halnya dengan nilai ujian pelajaran Bahasa Indonesia kita selama ini, meskipun kita sehari-hari berkomunikasi dalam bahasa Indonesia, tidak menjamin nilai ujian kita otomatis akan mendapat 100, bukan begitu? Oleh karenanya mulailah berlatih secara rutin, baik secara mandiri ataupun mengikuti bimbingan dan kursus.

Tiga syarat terakhir, yaitu memiliki CV yang bagus, membuat rencana studi/riset yang jelas dan terarah, serta mencari calon Professor yang hebat dan tepat-lah yang perlu mendapat perhatian khusus dalam persiapan Anda mendaftar beasiswa MEXT ataupun lainnya. Karena meskipun hal ini bisa dilatih secara mandiri, perlu sentuhan ekstra yang seringkali hanya bisa diperoleh dari proses mentoring dan diskusi untuk bertukar pikiran. Saya akan bahas satu persatu di slide berikutnya.

Slide 7

Anda perlu membuat CV (curriculum vitae) yang bagus! Karena dengan CV yang bagus Anda akan dapat dengan jelas dan mudah mengenalkan diri, keahlian, kelebihan dan pencapaian Anda kepada pihak yang Anda tuju.

Mengapa CV harus dibuat? Intinya, agar panitia seleksi/orang yang Anda ajak berkenalan memiliki alasan yang jelas untuk menerima / merespon Anda.

Seperti apa sih isi CV yang bagus itu? Apakah menonjolkan sisi akademisnya? Atau memperbanyak track-record organisasi? Pengalaman konferensi? Atau keahlian lainnya?

Menurut saya, CV yang bagus adalah CV yang isinya dibuat relevan dengan posisi yang ingin kita lamar. Misal, kita ingin melamar beasiswa MEXT, maka tentunya isi CV yang perlu kita tonjolkan adalah sisi akademisnya, sesuai dengan peruntukan beasiswa MEXT tersebut. Tentu kurang pas bila isi CV kita justru lebih banyak pengalaman berorganisasi ketimbang pencapaian akademis, karena panitia seleksi akan menilai bahwa selama ini Anda cenderung memilih menghabiskan waktu kuliah Anda untuk kegiatan organisasi dibanding belajar, padahal kenyataannya tidak demikian.

Sebagai contoh, dulu sebelum melamar beasiswa MEXT, saya pernah mengikuti seleksi beasiswa Ajinomoto untuk studi di University of Tokyo yang sangat terkenal itu. Saya sudah mendapatkan calon Professor yang bersedia menerima saya, dan pencapaian akademis dan aktivitas ekstrakulikuler saya saat itu sedang berada di puncaknya prestasi, sehingga tanpa sadar membuat saya jumawa dengan torehan prestasi (Astaghfirullah!). Sampailah saya di tahap akhir seleksi bersama 4 atau 5 kandidat lainnya.  Hanya satu orang saja yang nantinya menjadi penerima beasiswa studi ini. Saya kelewat PD saat itu… hingga Allah menyadarkan saya bahwa dengan prestasi yang begitu banyak, tidak otomatis menjamin profil kita juga pasti lebih baik dari kandidat lainnya di mata dewan juri. Saya ingat waktu itu, dewan juri dengan tegas mengatakan bahwa yang mereka cari adalah kandidat yang memiliki komitmen tinggi untuk fokus belajar dan bertekad menjadi lulusan yang terbaik. Dewan juri menilai profil di dalam CV terlalu luas, bias dan bercabang-cabang. Pencapaian yang saya raih terlalu majemuk jenisnya dan aktivitas ekstrakurikuler yang saya ikuti selama kuliah terlalu banyak… hahaha… Sehingga dalam penilaian dewan juri, saya bukanlah sosok yang tepat untuk menerima beasiswa Ajinomoto tersebut. Dan saya pun gagal mendapat beasiswa itu hehe. Tapi dari kegagalan itulah saya belajar, betapa pentingnya memenuhi syarat sesuai dengan kriteria yang diinginkan panitia, termasuk dalam hal menyusun CV yang bagus. Apalah artinya begitu banyak pencapaian prestasi yang dimiliki apabila tak disusun sedemikian rupa sehingga dapat menarik minat penyeleksi dan bukannya membuat mereka kebingungan hehe.

Belajar dari pengalaman di atas, maka mulailah belajar menyusun CV sesuai dengan peruntukannya. Pilah dan pilih apa yang perlu dicantumkan dan mana yang tidak. Anda juga tidak perlu menunggu datangnya periode dibukanya pendaftaran beasiswa atau pembukaan lamaran kerja, baru membuat CV. Atau jangan sampai menunggu memiliki pencapaian atau pengalaman organisasi terlebih dahulu, baru Anda membuat CV. Tapi mulailah latihan dari sekarang, seberapapun sedikitnya hal yang bisa Anda cantumkan di dalam CV tersebut. Karena dengan latihan inilah, Anda akan tahu bagian dalam CV yang mana yang masih kurang dan perlu Anda penuhi saat ini.

Saya biasanya menyiapkan dua format CV, yang saya sebut dengan CV singkat (resume) dan CV lengkap. Tentunya disusun dalam Bahasa Inggris. CV singkat ini formatnya 1 halaman saja. Berisi hal-hal utama dan relevan sesuai dengan apa yang ingin Anda lamar/daftar. Salah satu contohnya adalah CV singkat saya di Slide 6 yang saya buat untuk sebuah lamaran kerja di salah satu pusat riset di Arab Saudi dulu. Kalau Anda lihat, isi CV singkat saya ini fokus pada informasi relevan terkait posisi yang ingin saya lamar saat itu, yaitu sebagai peneliti. Maka isinya selain informasi tentang data pribadi, juga tentang keahlian spesifik dan relevan yang saya miliki, termasuk misalnya kemampuan bahasa asing. Selain itu saya juga menyebutkan beberapa pengalaman yang kira-kira berkaitan dengan dunia riset/penelitian yang pernah saya lakukan. Tentunya juga riwayat pendidikan (S1-S3), beberapa pencapaian dan penghargaan yang pernah diraih, sertifikasi yang relevan, serta sedikit tentang kepribadian diri saya yang saya tuangkan dalam deretan hobi atau minat (interests). Dari CV singkat ini, panitia seleksi ataupun mereka yang membacanya akan memiliki gambaran singkat namun jelas dan terarah tentang diri saya, tanpa harus menghabiskan waktu lama membaca CV panjang yang isinya terlalu banyak. CV singkat sangat cocok untuk dilampirkan dalam email perkenalan dan juga saat job fair. Jangan lupa mencantumkan kontak diri Anda secara lengkap di dalamnya. Ada banyak contoh CV singkat lainnya yang bisa Anda lihat di internet.

Selain CV singkat, Anda juga bisa membuat CV lengkap tentang diri Anda. Halamannya bebas tak terbatas. Isinya? Tentu riwayat hidup Anda secara lengkap, dari pendidikan, keahlian, keterampilan (skills), pengalaman konferensi, organisasi, penghargaan, kemampuan bahasa asing, publikasi, dan lainnya. Kenapa membuat CV yang lengkap? Karena akan memudahkan Anda nantinya ketika menyusun CV singkat untuk lamaran yang berbeda atau juga memudahkan Anda saat mengisi form pendaftaran baik yang harus Anda isi secara manual ataupun online. Anda tinggal copy-paste informasi dari CV lengkap Anda.  Berdasarkan pengalaman saya, hal ini sangat menghemat waktu.

Jadi, silakan mulai menyusun CV terbaik Anda dari sekarang!

Slide 8

Menyusun sebuat proposal riset dan rencana studi yang jelas dan terarah (apalagi dalam bahasa Inggris yang scientific) adalah sesuatu yang gampang-gampang-susah, untuk sekelas lulusan S3 sekalipun! Mengapa? Karena menemukan ide/gagasan yang benar-benar bagus, original, dan memiliki impact tinggi hanya bisa didapat dari banyak membaca dan diskusi dengan orang yang tepat! Intinya, Anda juga memerlukan waktu untuk mencapainya. Tak ada jalan pintas (No shortcut!). Terlebih lagi apabila jumlah kata yang bisa Anda isikan ke dalam form pendaftaran terbatas, maka Anda harus benar-benar tepat dalam menyusun kata dan kalimat agar efisien tetapi tetap jelas arahnya.

Dalam form isian pendaftaran beasiswa MEXT, ada bagian rencana riset dan studi yang harus Anda isi (silakan cek form pendaftaran di situs Kedutaan Jepang). Tidak banyak tempat yang diberikan, oleh karenanya apa yang ingin Anda isikan harus direncanakan agar tidak melebihi kapasitas tempatnya.

Rekan saya, seorang peneliti senior, pernah berujar, bahwa ia bisa menilai kemampuan bahasa Inggris dan pemahaman seseorang terhadap bidang yang ia kerjakan dari gaya dan isi tulisannya. Menulis proposal riset/rencana studi singkat dalam sekali duduk sangatlah sulit, terlebih bagi non-native English speaker. Lha, menulis pembahasan detail slide-slide presentasi ini saja perlu waktu dan beberapa kali revisi hehe… maka menulis yang lebih serius (i.e. research proposal dan study plan), tentunya memerlukan usaha dan perhatian lebih. Anda bisa berlatih dengan menulis naskah yang panjang dahulu (tanpa batasan, tanpa aturan), kemudian mencoba meringkasnya secara perlahan sembari memperbaiki pemilihan kata/diksi dan juga penyusunan kalimat dalam paragraf serta “alur cerita”nya. Memang tidak mudah, tapi juga tidak mustahil!

Agar dapat menulis naskah yang bagus, Anda tentunya harus paham dengan bidang yang akan Anda pelajari nanti di Jepang atau negara tempat tujuan studi nantinya. Anda bisa mulai berdiskusi dengan dosen atau senior yang memiliki bidang yang relevan. Anda sangat perlu membaca literatur kekinian tentang bidang yang Anda minati tersebut. Ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat, apa yang Anda baca dari publikasi beberapa bulan lalu lalu, bisa saja sudah memiliki update terbarunya.

Anda juga bisa membuat naskah rencana riset/studi agar sesuai dengan bidang calon Professor potensial yang ingin Anda hubungi. Kunjungi website beliau Professor tersebut, cek profil beliau, terutama publikasi kekiniannya dan riwayat proyek pendanaan (grants/research funding, dll) yang pernah beliau dapatkan.

Seperti apa format naskahnya? Tidak ada aturan baku. Ada banyak contoh di internet.

Setelah Anda selesai menyusun naskahnya, mintalah tolong orang lain yang berkompeten untuk membaca, memberikan pendapatnya dan bila perlu mengkritik atau memberikan saran dan koreksian. Hanya dengan cara ini, naskah proposal riset dan rencana studi Anda akan menjadi bagus. Banyak dan seringlah berlatih. Karena dengannya keterampilan Anda menulis akan semakin terasah.

Pada dasarnya, penelitian (riset) adalah rangkaian usaha/upaya yang Anda lakukan untuk mencari jawaban logis dan sistematis atas pertanyaan atau permasalahan ilmiah yang Anda sedang dalami. Anda bisa memulai dengan mendaftar pertanyaan-pertanyaan tentang topik riset Anda. Misal dengan metode: 5W-1H: What, when, where, why, who dan how?

Misal, rekan saya saat S3 di Jepang dulu meneliti tentang corak dan warna pada kupu-kupu. Ia mengajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut: Mengapa sebagian kupu-kupu memiliki corak dan warna dengan pola struktur tertentu? Apa yang mendasari proses munculnya corak dan warna pada kupu-kupu itu? Apakah proses sama dengan yang ada pada hewan lainnya, seperti ikan, salamander, dan lainnya? Dan apa yang bisa dikontribusikan dari temuan ilmiah tersebut dalam bidang lainnya? Dari pertanyaan-pertanyaan tersebutlah, rekan saya dapat menyelesaikan studi S3-nya dengan hasil yang sangat baik.

Rencana studi (study plan) atau kadang juga disebut juga statement of purpose, adalah tulisan yang “mengisahkan” apa saja yang sudah Anda lakukan/capai ketika S1/S2, mengapa Anda ingin melanjutkan studi ke jenjang S2/S3 atau apa yang ingin Anda lakukan di jenjang selanjutnya, dan apa harapan Anda setelah selesai menempuh S2/S3 dengan beasiswa tersebut. Dari tulisan rencana studi itulah, panitia atau calon professor yang Anda hubungi dapat memperkirakan sebagus apa gagasan dan rencana hidup Anda sebagai seorang ilmuwan semasa studi nanti dan juga di masa depan.

Slide 9

Mencari calon pembimbing (Professor/Sensei) yang tak hanya hebat tapi juga tepat sangatlah penting. Sebenarnya, beberapa tahun silam, saya pernah membuat tulisan yang sepertinya masih relevan tentang mencari Professor potensial di blog saya. Rekan-rekan dapat membacanya dengan meng-klik link yang saya berikan di Slide 9 ini.

Mendapatkan Professor potensial yang bersedia menerima Anda sebagai bimbingannya adalah salah satu kunci utama dalam mendaftar beasiswa keluar negeri. Tapi sayang, seringkali pelamar beasiswa membabi-buta dalam mencari professor. Yang penting ada dulu atau yang penting bidangnya sama, demikian alasannya! Padahal sangat penting mencari Professor yang tepat (i.e. Pas!) dengan kita! Tepat yang saya maksud di sini berkaitan dengan karakter Professornya. Menurut saya, sosok Professor yang baik adalah yang tidak sekedar mengutamakan karir pribadinya, tapi juga yang dapat membimbing Anda menjadi sosok yang sehebat dirinya. Pengalaman dan pengamatan saya sejauh ini, pola pembinaan Professor semasa studi S2/S3 akan sangat mempengaruhi pola pikir dan karakter Anda sebagai ilmuwan setelah lulus nantinya.

Akan tetapi, definisi “tepat” itu sangat subyektif. Misalnya, ada rekan saya yang belajar S3 di bawah bimbingan Professor yang memang sangat hebat track recordnya, publikasinya berderet-deret, sitasinya ribuan dan sudah seringkali mendapat pendanaan proyek riset serta penghargaan. Namun, Professor ini dikenal “killer” dan strict terhadap mahasiswanya. Ia berprinsip bahwa kesuksesan hanya bisa diraih dengan hardwork dan dedikasi yang tinggi terhadap risetnya. Ia meminta mahasiswanya sebisa mungkin hadir setiap saat di lab, bahkan “gilanya” sang Professor juga memasang CCTV di ruangan untuk mengawasi mahasiswanya. Alih-alih menjadi hebat seperti professornya, rekan saya ini justru jadi stress berat yang berujung ke depresi akut dan sering sakit-sakitan. Pada akhirnya tak sampai selesai tahun pertama, ia memutuskan untuk pindah ke professor lain yang memang lebih cocok dengan karakternya. Rekan saya ini lulus juga akhirnya secara baik dan meneruskan dapat postdoc di Jepang.

Tapi ada juga mahasiswa asing lain di lab yang sama dengan rekan saya di atas, yang justru sangat “menikmati” kerasnya aturan kerja yang diterapkan oleh Professor tersebut. Ia memang tak suka jalan-jalan atau bersantai menikmati hidup di negeri Sakura seperti kebanyakan mahasiswa asing pada umumnya. Ia senang menghabiskan waktu di lab hampir setiap harinya, bahkan tidur di lab pun ia lakukan. Di akhir S3nya ia lulus dengan predikat terbaik di kampus, mendapat penghargaan dari rektor, menjadi kebanggaan si Professor yang terkenal killer itu dan mendapat posisi postdoc di US setelahnya.

Apa yang bisa kita ambil pelajaran dari kedua kasus ini? Pilihlah professor yang tidak hanya hebat tapi juga tepat untuk diri Anda. Karena kriteria “tepat” itu sangat bergantung dari personality Anda sendiri.

Bagaimana caranya menemukan Professor yang tepat? Anda bisa memulai dengan melihat profil sang Professor di website universitasnya ataupun sumber lainnya di internet. Anda juga bisa mencoba bertanya kepada mahasiswa Indonesia di universitas tersebut tentang sosok Professor yang Anda inginkan sebagai calon pembimbing itu. Apakah kira-kira sesuai dengan harapan Anda atau tidak?

Setelah Anda memperoleh informasi yang cukup tentang calon Professor yang ingin Anda jadikan sebagai calon pembimbing, mulailah membangun komunikasi. Langkah pertama tentunya dengan mengirimkan email perkenalan. Anda harus memahami bahwa seorang Professor seringkali sangat sibuk dengan aktivitasnya dan tak memiliki banyak waktu untuk meladeni email atau permintaan yang bertele-tele. Maka, ketika Anda mengirimkan email perkenalan, buatlah dengan singkat, jelas dan to the point. Tak cukup dengan email saja, sertakan juga CV singkat yang telah Anda buat sebelumnya (tentunya isinya juga relevan) serta salinan ringkasan proposal riset dan studi plan Anda. Ini akan membuka peluang besar bagi email Anda untuk dibaca dan ditanggapi oleh sang Professor. Selain itu, Professor juga akan memiliki impresi positif bahwa Anda memang benar-benar siap dan serius serta sudah memiliki rencana tentang studi Anda.

Apabila gayung telah bersambut, maka Anda bisa membangun komunikasi dan diskusi lebih lanjut dan serius bersama Profesor. Terkadang, Professor bahkan akan mengajak Anda diskusi secara aktif dan langsung melalui video call (e.g. Skype). Apakah Anda siap? Yaa kalau sudah sampai di tahap ini, seharusnya tak ada alasan lagi untuk tidak siap. Bukan begitu?

Slide 10

Di slide terakhir ini saya memberikan beberapa link terkait beasiswa MEXT yang bisa Anda kunjungi untuk mendapat informasi dan tips lebih detail terkait pendaftaran beasiswa dan persiapan yang harus Anda lakukan.

Selamat mencoba! Semoga sukses!

***

Di tulisan selanjutnya, saya akan membahas bagian kedua slide presentasi saya tentang beasiswa studi KAUST Fellowship di  KAUST, Arab Saudi.

 

 

 

 

 

3 thoughts on “Sharing Beasiswa: Monbukagakusho dan KAUST (Bagian 1)

  1. Terima kasih atas penjelasannya sangat detail 🙂 Untuk bagian ke-2 bisa dilihat di mana ya? Karena kebetulan saya tertarik untuk apply KAUST fellowship

  2. Slamat malam kk…kebetulang saya ada tugas skripsi yg judul sama dengan materi ini…bole kk beri referenci tentang jumlah mahasiswa indonesia yg berankat ke jepang di tahun 2016 …?

Leave a comment